Bareskrim Polri telah berhasil mengungkap kasus kartel narkoba yang beroperasi di Jambi. Kartel tersebut telah aktif dalam bisnisnya selama bertahun-tahun dan berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp 1 triliun. Sekretaris Utama PPTK, Alberd Teddy Benhard Sianipar, mengungkapkan hal ini kepada media.
Menurut Alberd, kartel narkoba ini dikuasai oleh tiga kakak-adik, yaitu Dedi Susanto alias Tekui, Tek Min alias Ameng Kumis, dan Helen Dian Krisnawati. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mencuci uang hasil bisnis haram mereka. Salah satunya adalah dengan menggunakan nama orang lain (nominee) dan juga modus mingling.
Alberd menjelaskan bahwa para pelaku menggunakan nomor rekening nominee yang seluruhnya dipegang oleh mereka. Mereka juga sering melakukan setor tarik tunai dengan frekuensi tinggi untuk menyamarkan asal uang haram tersebut. Meskipun saldo di rekening pelaku terlihat kecil, namun total perputaran uang mencapai Rp 1,1 triliun selama periode 2010-2014.
Selain itu, para pelaku juga menggunakan modus mingling, yaitu mencampurkan dana hasil kegiatan ilegal dengan dana dari kegiatan usaha legal untuk mengaburkan sumber uangnya. Mereka membeli aset dan hidup mewah dengan uang hasil kejahatan tersebut.
Alberd juga menyoroti risiko tinggi terhadap terjadinya TPPU dari tindak pidana narkotika. Kasus pencucian uang dari tindak pidana narkotika terus meningkat sejak 2011. Pengungkapan kasus ini dimulai dari penangkapan Ahmad Yani pada Maret 2024 di Jambi, yang kemudian mengarah pada penangkapan enam pelaku lainnya.
Tiga bersaudara yang menjadi pengendali jaringan narkotika adalah Dedi Susanto alias Tekui, Tek Min alias Ameng Kumis, dan Helen Dian Krisnawati. Sementara Didin alias Diding, Mavi Abidin, Ahmad Yani, dan Arifani alias Ari Ambok berperan sebagai kaki tangan ketiganya. Mereka menjalankan bisnis penjualan sabu di wilayah Jambi sejak 2014 dengan total 7 basecamp yang beroperasi.
Jaringan ini mampu menjual 500 hingga 1.000 gram sabu per minggu dan meraup keuntungan hingga Rp 1 miliar. Sebagian besar uang tersebut diserahkan kepada HDK selaku pemilik sabu. Uang tersebut diduga diputar kembali melalui bisnis minuman keras ilegal dan bisnis legal seperti gym, toko aksesori handphone, dan toko pakaian.
Kesimpulannya, pengungkapan kasus kartel narkoba ini membuktikan bahwa tindak pidana narkotika memiliki risiko tinggi terhadap pencucian uang. Para pelaku menggunakan berbagai modus operandi untuk menyamarkan asal usul uang haram mereka. Polisi akan terus melakukan tindakan preventif dan penindakan untuk memberantas praktik ilegal ini demi keamanan dan ketertiban masyarakat.