Petani dan pelaku usaha di sektor sawit kini meminta agar Presiden Prabowo Subianto segera membentuk badan khusus untuk mengatasi masalah tata kelola sawit. Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Sahat Sinaga, mengungkapkan bahwa visi Presiden untuk mewujudkan ketahanan energi bisa tercapai jika ada badan khusus yang menangani sawit. “Jika Presiden sudah menekankan pentingnya ketahanan energi dan pangan, semua masalah ini pasti bisa diselesaikan,” ujar Sahat dalam diskusi yang diadakan di Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, pada Minggu (22/12/2024).
Sahat menambahkan, banyaknya kementerian dan lembaga yang mengurusi sektor sawit justru membuat segala sesuatunya semakin rumit. “Masing-masing punya pandangan yang berbeda, jadi masalahnya nggak selesai-selesai. Kalau ada satu badan khusus yang menangani ini, semuanya akan lebih cepat beres,” katanya. Menurutnya, dengan badan khusus ini, segala hambatan untuk mencapai swasembada pangan dan energi bisa terselesaikan, asalkan tidak merugikan masyarakat.
Azis, salah satu pelaku usaha, menambahkan bahwa selama Pilpres, tim ahli dari ketiga calon presiden sebenarnya sudah sepakat mengenai pentingnya badan khusus untuk sawit. Bahkan, Ombudsman juga telah mengusulkan agar pelayanan publik di sektor sawit lebih terarah dan fokus. “Saat ini ada 37 kementerian yang mengurus sawit, tapi masing-masing punya kebijakan dan pandangan yang berbeda-beda, jadi sulit untuk menyelesaikan masalah,” kata Azis.
Dia berharap dengan adanya badan khusus, diplomasi yang dilakukan akan lebih fokus dan efektif. “Mungkin badan ini bisa mengembangkan BPDPKS, karena SDM-nya sudah ada, tinggal dioptimalkan lagi,” tambah Azis. Asosiasi sawit, lanjutnya, siap memberikan dukungan jika pemerintah memutuskan untuk membentuk badan khusus ini.
Sementara itu, pakar hukum kehutanan dan perkebunan, Sadino, mengatakan bahwa apapun nama badan khususnya, yang penting badan itu harus bisa mempercepat penyelesaian masalah di sektor sawit. “Jangan sampai ada kementerian yang berbeda-beda dan nggak jelas siapa yang jadi pemimpinnya. Harus ada yang bertanggung jawab langsung ke Presiden,” ujarnya. Dengan otoritas yang jelas, aturan-aturan yang ada bisa lebih mudah diterapkan dan dipatuhi.
Rino menambahkan bahwa mereka telah melakukan pembicaraan teknis dengan salah satu kementerian mengenai pembentukan badan ini, agar proposal tersebut sampai ke tangan Presiden Prabowo. “Kami ingin memastikan dokumen ini sampai ke beliau, sehingga bisa segera diwujudkan dan memberikan manfaat bagi sektor sawit,” ujarnya. Salah satu hal yang penting adalah bagaimana badan ini bisa meningkatkan penerimaan negara dari sektor sawit, yang selama ini masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa pihak bahkan memperkirakan penerimaan negara bisa naik dua hingga tiga kali lipat jika pengelolaan sawit lebih terorganisir.
Di sisi lain, Plt Direktur Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) Kementan, Heru Tri Widarto, menekankan pentingnya pengelolaan sawit yang sesuai dengan regulasi yang ada. “Kami perlu sosialisasi yang lebih efektif tentang aturan dan kewajiban pelaku usaha,” katanya. Heru juga menambahkan bahwa Ditjenbun mulai mengevaluasi kepatuhan perusahaan terhadap aturan, terutama terkait kewajiban pengolahan 20 persen dari kebun sendiri.
Ditjenbun juga menargetkan pengembangan e-STDB (Elektronik Surat Tanda Daftar Budidaya) sebanyak 250 ribu hektare pada 2025. “Program ini penting untuk memenuhi standar ekspor ke Uni Eropa,” kata Heru. Tahun depan, Heru juga menargetkan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 120 ribu hektare melalui jalur dinas dan kemitraan.
Dengan berbagai langkah ini, harapannya pengelolaan sawit di Indonesia bisa lebih baik dan berkelanjutan, serta memberikan manfaat lebih besar bagi negara dan masyarakat.